Kolonisasi Portugis dan Spanyol
Afonso (kadang juga ditulis Alfonso) de Albuquerque. Karena
tokoh inilah, yang membuat kawasan Nusantara waktu itu dikenal oleh orang Eropa dan dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Portugis bersama bangsa Eropa lain, terutama Inggris dan Belanda. Dari Sungai
Tagus yang bermuara ke Samudra Atlantik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Atlantik,
mungkin makan waktu sebulan hingga tiga bulan, melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat
Malaka. Dari sini
penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah,
komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada
abad 16 saat petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu
diberkati oleh pastor dan raja sebelum berlayar melalui Sungai Tagus,” kata
Teresa. Biara St Jeronimus atau Biara Dos Jeronimos dalam bahasa Portugis itu
didirikan oleh Raja Manuel pada tahun 1502 di tempat saat Vasco da Gama memulai
petualangan ke timur. Museum Maritim atau orang Portugis menyebut Museu de
Marinha itu didirikan oleh Raja Luis pada 22 Juli 1863 untuk menghormati
sejarah maritim Portugis. Selain patung di taman, lukisan Afonso de Albuquerque
juga menjadi koleksi museum itu. Di bawah lukisan itu tertulis, ”Gubernur India
1509-1515. Peletak dasar Kerajaan Portugis di India yang berbasis di Ormuz,
Goa, dan Malaka. Pionir kebijakan kekuatan laut sebagai kekuatan sentral kerajaan”.
Berbagai barang perdagangan Portugis juga dipamerkan di museum itu, bahkan
gundukan lada atau merica.
Ada
sejumlah motivasi mengapa Kerajaan Portugis memulai petualangan ke timur. Ahli
sejarah dan arkeologi Islam Uka Tjandrasasmita dalam buku Indonesia-Portugal:
Five Hundred Years of Historical Relationship (Cepesa, 2002), mengutip sejumlah
ahli sejarah, menyebutkan tidak hanya ada satu motivasi Kerajaan Portugis
datang ke Asia. Ekspansi itu mungkin dapat diringkas dalam tiga kata bahasa
Portugis, yakni feitoria, fortaleza, dan igreja. Arti harfiahnya
adalah emas, kejayaan, dan gereja atau perdagangan, dominasi militer, dan
penyebaran agama Katolik.
Menurut
Uka, Albuquerque, Gubernur Portugis Kedua dari Estado da India, Kerajaan Portugis
di Asia, merupakan arsitek utama ekspansi Portugis ke Asia. Dari Goa, ia
memimpin langsung ekspedisi ke Malaka dan tiba di sana awal Juli 1511 membawa
15 kapal besar dan kecil serta 600 tentara. Ia dan pasukannya mengalahkan
Malaka 10 Agustus 1511. Sejak itu Portugis menguasai perdagangan rempah-rempah
dari Asia ke Eropa. Setelah menguasai Malaka, ekspedisi Portugis yang dipimpin
Antonio de Abreu mencapai Maluku, pusat rempah-rempah.
Periode Kejayaan
Portugis di Nusantara
Periode 1511-1526,
selama 15 tahun, Nusantara menjadi pelabuhan maritim penting bagi Kerajaan
Portugis, yang secara reguler menjadi rute maritim untuk menuju Pulau Sumatera,
Jawa, Banda, dan Maluku.
Pada tahun 1511 Portugis mengalahkan Kerajaan Malaka.
Pada
tahun 1512 Portugis menjalin komunikasi dengan Kerajaan Sunda untuk menandatangani perjanjian dagang, terutama
lada. Perjanjian dagang tersebut kemudian diwujudkan pada tanggal 21 Agustus
1522 dalam bentuk dokumen kontrak yang dibuat rangkap dua, satu salinan untuk
raja Sunda dan satu lagi untuk raja Portugal. Pada hari yang sama dibangun
sebuah prasasti yang disebut Prasasti
Perjanjian Sunda-Portugal di
suatu tempat yang saat ini menjadi sudut Jalan Cengkeh dan Jalan Kali Besar
Timur I, Jakarta Barat. Dengan perjanjian ini maka Portugis dibolehkan
membangun gudang atau benteng di Sunda Kelapa.
Pada tahun 1512 juga
Afonso de Albuquerque mengirim Antonio Albreu dan Franscisco Serrao untuk
memimpin armadanya mencari jalan ke tempat asal rempah-rempah di Maluku.
Sepanjang perjalanan, mereka singgah di Madura, Bali, dan Lombok. Dengan
menggunakan nakhoda-nakhoda Jawa, armada itu tiba di Kepulauan Banda, terus
menuju Maluku Utara hingga tiba di Ternate.
Kehadiran Portugis di
perairan dan kepulauan Indonesia itu telah meninggalkan jejak-jejak sejarah
yang sampai hari ini masih dipertahankan oleh komunitas lokal di Nusantara,
khususnya flores, Solor dan Maluku, di Jakarta Kampong Tugu yang terletak di
bagian Utara Jakarta, antara Kali Cakung, pantai Cilincing dan tanah Marunda.
Bangsa Eropa pertama
yang menemukan Maluku adalah Portugis, pada tahun 1512. Pada waktu itu 2 armada
Portugis, masing-masing dibawah pimpinan Anthony d'Abreu dan Fransisco Serau,
mendarat di Kepulauan Banda dan Kepulauan Penyu. Setelah mereka menjalin
persahabatan dengan penduduk dan raja-raja setempat - seperti dengan Kerajaan
Ternate di pulau Ternate, Portugis diberi izin untuk mendirikan benteng di
Pikaoli, begitupula Negeri Hitu lama, dan Mamala di Pulau Ambon.Namun hubungan
dagang rempah-rempah ini tidak berlangsung lama, karena Portugis menerapkan
sistem monopoli sekaligus melakukan penyebaran agama Kristen. Salah seorang
misionaris terkenal adalah Francis Xavier. Tiba di Ambon 14 Pebruari 1546,
kemudian melanjutkan perjalanan ke Ternate, tiba pada tahun 1547, dan tanpa
kenal lelah melakukan kunjungan ke pulau-pulau di Kepulauan Maluku untuk melakukan
penyebaran agama. Persahabatan Portugis dan Ternate berakhir pada tahun 1570.
Peperangan dengan Sultan Babullah selama 5 tahun (1570-1575), membuat Portugis
harus angkat kaki dari Ternate dan terusir ke Tidore dan Ambon.
Perlawanan rakyat
Maluku terhadap Portugis, dimanfaatkan Belanda untuk menjejakkan kakinya di
Maluku. Pada tahun 1605, Belanda berhasil memaksa Portugis untuk menyerahkan
pertahanannya di Ambon kepada Steven van der Hagen dan di Tidore kepada
Cornelisz Sebastiansz. Demikian pula benteng Inggris di Kambelo, Pulau Seram,
dihancurkan oleh Belanda. Sejak saat itu Belanda berhasil menguasai sebagian
besar wilayah Maluku. Kedudukan Belanda di Maluku semakin kuat dengan
berdirinya VOC pada tahun 1602, dan sejak saat itu Belanda menjadi penguasa
tunggal di Maluku. Di bawah kepemimpinan Jan Pieterszoon Coen, Kepala
Operasional VOC, perdagangan cengkih di Maluku sepunuh di bawah kendali VOC
selama hampir 350 tahun. Untuk keperluan ini VOC tidak segan-segan mengusir
pesaingnya; Portugis, Spanyol, dan Inggris. Bahkan puluhan ribu orang Maluku
menjadi korban kebrutalan VOC.
kemudian mereka
membangun benteng di Ternate tahun 1511, kemudian tahun 1512 membangun Benteng
di Amurang Sulawesi Utara. Portugis kalah perang dengan Spanyol maka daerah
Sulawesi utara diserahkan dalam kekuasaan Spanyol (1560 hingga 1660). Kerajaan
Portugis kemudian dipersatukan dengan Kerajaan Spanyol. (Baca
buku :Sejarah Kolonial Portugis di Indonesia, oleh David DS Lumoindong).
Abad 17 datang armada dagang VOC (Belanda) yang kemudian berhasil mengusir
portugis dari ternate, sehingga kemudian Portugis mundur dan menguasai Timor
timur (sejak 1515).
Kolonialisme dan
Imperialisme mulai merebak di Indonesia sekitar abad ke-15, yaitu diawali
dengan pendaratan bangsa Portugis di Malaka dan bangsa Belanda yang dipimpin
Cornelis de Houtmen pada tahun 1596, untuk mencari sumber rempah-rempah dan
berdagang.
Perlawanan Rakyat terhadap Portugis
Kedatangan bangsa
Portugis ke Semenanjung Malaka dan ke Kepulauan Maluku merupakan perintah dari negaranya
untuk berdagang.
Perlawanan Rakyat
Malaka terhadap Portugis
Pada tahun 1511,
armada Portugis yang dipimpin oleh Albuquerque menyerang Kerajaan Malaka. Untuk
menyerang colonial Portugis di Malaka yang terjadi pada tahun 1513 mengalami
kegagalan karena kekuatan dan persenjataan Portugis lebih kuat. Pada tahun
1527, armada Demak di bawah pimpinan Falatehan dapat menguasai Banten,Suda
Kelapa, dan Cirebon. Armada Portugis dapat dihancurkan oleh Falatehan dan ia
kemudian mengganti nama Sunda Kelapa menjadi Jayakarta (Jakarta)
Perlawanan rakyat
Aceh terhadap Portugis
Mulai tahun 1554
hingga tahun 1555, upaya Portugis tersebut gagal karena Portugis mendapat
perlawanan keras dari rakyat Aceh. Pada saat Sultan Iskandar Muda berkuasa,
Kerajaan Aceh pernah menyerang Portugis di Malaka pada tahun 1615 dan 1629.
Perlawanan Rakyat
Maluku terhadap Portugis
Bangsa Portugis
pertama kali mendarat di Maluku pada tahun 1511. Kedatangan Portugis berikutnya
pada tahun 1513. Akan tetapi, Tertnate merasa dirugikan oleh Portugis karena
keserakahannya dalam memperoleh keuntungan melalui usaha monopoli perdagangan
rempah-rempah.
Pada tahun 1533,
Sultan Ternate menyerukan kepada seluruh rakyat Maluku untuk mengusir Portugis
di Maluku. Pada tahun 1570, rakyat Ternate yang dipimpin oleh Sultan Hairun
dapat kembali melakukan perlawanan terhadap bangsa Portugis, namun dapat
diperdaya oleh Portugis hingga akhirnya tewas terbunuh di dalam Benteng
Duurstede. Selanjutnya dipimpin oleh Sultan Baabullah pada tahun 1574. Portugis
diusir yang kemudian bermukim di Pulau Timor.
Kolonisasi Spanyol
Fernando Magelhans (kadang juga ditulis Ferdinan) Magelan. Karena tokoh
inilah, yang memimpin armada yang pertama kali mengelilingi dunia dan
membuktikan bahwa bumi bulat, saat itu itu dikenal oleh orang Eropa bumi datar. Dimulainya Kolonisasi berabad-abad oleh Spanyol bersama bangsa Eropa lain, terutama Portugis,Inggris dan Belanda.
Dari Spanyol ke Samudra Pasifik itulah armada Portugis mengarungi Samudra Pasifik,
melewati Tanjung Harapan Afrika, menuju Selat
Malaka. Dari sini
penjelajahan dilanjutkan ke Kepulauan Maluku untuk mencari rempah-rempah,
komoditas yang setara emas kala itu.
”Pada abad 16 saat
petualangan itu dimulai biasanya para pelaut negeri Katolik itu diberkati oleh
pastor dan raja sebelum berlayar melalui samudera.
Pada tanggal 20
September 1519, San Antonio, Concepción, Victoria, dan Santiago—yang terbesar
hingga yang terkecil—mengikuti kapal induk Magelhaens, Trinidad, kapal terbesar
kedua, seraya mereka berlayar menuju Amerika Selatan. Pada tanggal 13 Desember,
mereka mencapai Brasil, dan sambil menatap Pāo de Açúcar, atau Pegunungan
Sugarloaf, yang mengesankan, mereka memasuki teluk Rio de Janeiro yang indah
untuk perbaikan dan mengisi perbekalan. Kemudian mereka melanjutkan ke selatan
ke tempat yang sekarang adalah Argentina, senantiasa mencari-cari el paso,
jalur yang sulit ditemukan yang menuju ke samudera lain. Sementara itu, udara
semakin dingin dan gunung es mulai tampak. Akhirnya, pada tanggal 31 Maret
1520, Magelhaens memutuskan untuk melewatkan musim salju di pelabuhan San
Julián yang dingin.
Pelayaran tersebut
kini telah memakan waktu enam kali lebih lama daripada pelayaran Columbus
mengarungi Samudra Atlantik yang pertama kali—dan belum terlihat satu selat
pun! Semangat juang mereka mulai sedingin cuaca di San Julián, dan pria-pria,
termasuk beberapa kapten serta perwira, merasa putus asa dan ingin pulang saja.
Tidaklah mengherankan bila terjadi pemberontakan. Namun, berkat tindakan yang
cepat dan tegas di pihak Magelhaens, hal itu digagalkan dan dua pemimpin
pemberontak tersebut tewas.
Kehadiran kapal asing
di pelabuhan pastilah menarik perhatian penduduk lokal yang kuat—dan berbadan
besar. Merasa seperti orang kerdil dibandingkan dengan raksasa-raksasa ini,
para pengunjung tersebut menyebut daratan itu Patagonia—dari kata Spanyol yang
berarti "kaki besar"—hingga hari ini. Mereka juga mengamati 'serigala
laut sebesar anak lembu, serta angsa berwarna hitam dan putih yang berenang di
bawah air, makan ikan, dan memiliki paruh seperti gagak'. Tentu saja tidak lain
tidak bukan adalah anjing laut dan pinguin!
Daerah lintang kutub
cenderung mengalami badai yang ganas secara tiba-tiba, dan sebelum musim dingin
berakhir, armada itu mengalami korban pertamnya—Santiago yang kecil. Namun,
untunglah para awaknya dapat diselamatkan dari kapal yang karam itu. Setelah
itu, keempat kapal yang masih bertahan, bagaikan ngengat kecil bersayap yang
terpukul di tengah arus laut yang membeku dan tak kunjung reda, berjuang sekuat
tenaga menuju ke selatan ke perairan yang semakin dingin—hingga tanggal 21
Oktober. Berlayar di bawah guyuran air hujan yang membeku, semua mata terpaku
pada sebuah celah di sebelah barat. El paso? Ya! Akhirnya, mereka berbalik dan
memasuki selat yang belakangan dikenal sebagai Selat Magelhaens! Namun, bahkan
momen kemenangan ini ternoda. San Antonio dengan sengaja menghilang di tengah
jaringan rumit selat itu dan kembali ke Spanyol.
Ketiga kapal yang
masih bertahan, diimpit oleh teluk yang sempit di antara tebing-tebing
berselimut salju, dengan gigih berlayar melewati selat yang berkelok-kelok itu.
Merek mengamati begitu banyaknya api di sebelah selatan, kemungkinan dari
perkemahan orang Indian, jadi mereka menyebut daratan itu Tierra del Fuego,
“Tanah Api”.
Tiba di Pilipina
Magelhaens mengajak banyak penduduk lokal dan penguasa mereka pada agama
Katolik. Tetapi semangatnya juga menjadi kebinasaannya. Ia menjadi terlibat
dalam pertikaian antarsuku dan, dengan hanya 60 pria, menyerang sekitar 1.500
penduduk pribumi, dengan keyakinan bahwa senapan busur, senapan kuno, dan Allah
akan menjamin kemenangannya. Sebaliknya, ia dan sejumlah bawahannya tewas.
Magelhaens berusia sekitar 41 tahun. Pigafetta yang setia meratap, 'Mereka
membunuh cerminan, penerang, penghibur, dan penuntun sejati kita'. Beberapa
hari kemudian, sekitar 27 perwira yang hanya menyaksikan dari kapal mereka,
dibunuh oleh para kepala suku yang sebelumnya bersahabat.
Karena sekarang jumlah awak pelayaran itu tinggal sedikit, tidak mungkin untuk berlayar dengan tiga kapal, jadi mereka menenggelamkan Concepción dan berlayar dengan dua kapal yang masih tinggal ke tujuan terakhir mereka, Kepulauan Rempah. Kemudian, setelah mengisi muatan dengan rempah-rempah, kedua kapal itu berpisah. Akan tetapi, awak kapal Trinidad ditangkap oleh Portugal dan dipenjarakan.
Namun, Victoria, di
bawah komando mantan pemberontak Juan Sebastián de Elcano, luput. Sambil
menghindari semua pelabuhan kecuali satu, mereka mengambil risiko melewati rute
Portugal mengelilingi Tanjung Harapan. Namun, tanpa berhenti untuk mengisi
perbekalan merupakan strategi yang mahal. Sewaktu mereka akhirnya mencapai
Spanyol pada tanggal 6 September 1522—tiga tahun sejak keberangkatan
mereka—hanya 18 pria yang sakit dan tidak berdaya yang bertahan hidup. Meskipun
demikian, tidak dapat dibantah bahwa merekalah orang pertama yang berlayar
mengelilingi bumi. Juan Sebastián de Elcano pun menjadi pahlawan. Sungguh suatu
hal yang menakjubkan, muatan rempah Victoria seberat 26 ton menutup ongkos
seluruh ekspedisi!
Ketika satu kapal
yang selamat, Victoria, kembali ke pelabuhan setelah menyelesaikan perjalanan
mengelilingi dunia yang pertama kali, hanya 18 orang laki-laki dari 237
laki-laki yang berada di kapal pada awal keberangkatan. Diantara yang selamat,
terdapat dua orang Itali, Antonio Pigafetta dan Martino de Judicibus. Martino
de Judicibus (bahasa Spanyol: Martín de Judicibus) adalan orang dari Genoa[1]
yang bertindak sebagai Kepala Pelayan. Ia bekerja dengan Ferdinand Magellan
pada perjalanan historisnya untuk menemukan rute barat ke Kepulauan
Rempah-rempah Indonesia. [2] Sejarah perjalanannya diabadikan dalam pendaftaran
nominatif pada Archivo General de Indias di Seville, Spanyol. Nama keluarga ini
disebut dengan patronimik Latin yang tepat, yakni: "de Judicibus".
Pada awalnya ia ditugaskan pada Caravel Concepción, satu dari lima armada
Spanyol milik Magellan. Martino de Judicibus memulai ekspedisi ini dengan gelar
kapten. (baca selengkapnya dalam buku "Sejarah Kolonial Spanyol di
Indonesia" oleh David DS Lumoindong.
Sebelum menguasai kepulauan Filipina pada 1543, Spanyol menjadikan pulau Manado Tua sebagai tempat persinggahan untuk memperoleh air tawar. Dari pulau tersebut kapal-kapal Spanyol memasuki daratan Sulawesi-Utara melalui sungai Tondano. Hubungan musafir Spanyol dengan penduduk pedalaman terjalin melalui barter ekonomi bermula di Uwuran (sekarang kota Amurang) ditepi sungai Rano I Apo. Perdagangan barter berupa beras, damar, madu dan hasil hutan lainnya dengan ikan dan garam.
Gudang Kopi Manado
dan Minahasa menjadi penting bagi Spanyol, karena kesuburan tanahnya dan
digunakan Spanyol untuk penanaman kofi yang berasal dari Amerika-Selatan untuk
dipasarkan ke daratan Cina. Untuk itu di- bangun Manado sebagai menjadi pusat
niaga bagi pedagang Cina yang memasarkan kofi kedaratan Cina. Nama Manado
dicantumkan dalam peta dunia oleh ahli peta dunia, Nicolas_Desliens‚ pada 1541.
Manado juga menjadi daya tarik masyarakat Cina oleh kofi sebagai komoditi ekspor
masyarakat pedalaman Manado dan Minahasa. Para pedagang Cina merintis
pengembangan gudang kofi (kini seputar Pasar 45) yang kemudian menjadi daerah
pecinan dan pemukiman. Para pendatang dari daratan Cina berbaur dan
berasimilasi dengan masyarakat pedalaman hingga terbentuk masyarakat
pluralistik di Manado dan Minahasa bersama turunan Spanyol, Portugis dan
Belanda.
Kemunculan nama
Manado di Sulawesi Utara dengan berbagai kegiatan niaga yang dilakukan Spanyol
menjadi daya tarik Portugis sejak memapankan posisinya di Ternate . Untuk itu
Portugis melakukan pendekatan mengirim misi Katholik ke tanah Manado dan
Minahasa pada 1563 dan mengembangkan agama dan pendidikan Katholik. Lomba Adu
Pengaruh di Laut Sulawesi
Antara Minahasa
dengan Ternate ada dua pulau kecil bernama Mayu dan Tafure. Kemudian kedua
pulau tadi dijadikan pelabuhan transit oleh pelaut Minahasa. Waktu itu terjadi
persaingan Portugis dan Spanyol dimana Spanyol merebut kedua pulau tersebut.
Pandey asal Tombulu yang menjadi raja di pulau itu lari dengan armada perahunya
kembali ke Minahasa, tapi karena musim angin barat lalu terdampar di Gorontalo.
Anak lelaki Pandey bernama Potangka melanjutkan perjalanan dan tiba di Ratahan.
Di Ratahan, dia diangkat menjadi panglima perang karena dia ahli menembak
meriam dan senapan Portugis untuk melawan penyerang dari Mongondouw di wilayah
itu. Tahun 1563 diwilayah Ratahan dikenal orang Ternate dengan nama “Watasina”
karena ketika diserang armada Kora-kora Ternate untuk menhalau Spanyol dari
wilayah itu (buku “De Katholieken en hare Missie” tulisan A.J. Van
Aernsbergen). Tahun 1570 Portugis dan Spanyol bersekongkol membunuh raja
Ternate sehinga membuat keributan besar di Ternate. Ketika itu banyak pedagang
Islam Ternate dan Tidore lari ke Ratahan. Serangan bajak laut meningkat di
Ratahan melalui Bentenan, bajak laut menggunakan budak-budak sebagai pendayung.
Para budak tawanan bajak laut lari ke Ratahan ketika malam hari armada perahu
bajak laut dirusak prajurit Ratahan – Pasan. Kesimpulan sementara yang dapat kita
ambil dari kumpulan cerita ini adalah Penduduk asli wilayah ini adalah Touwuntu
di wilayah dataran rendah sampai tepi pantai Toulumawak di pegunungan, mereka
adalah keturunan Opok Soputan abad ke-tujuh. Nama Opo' Soputan ini muncul lagi
sebagai kepala walak wilayah itu abad 16 dengan kepala walak kakak beradik
Raliu dan Potangkuman. Penduduk wilayah ini abad 16 berasal dari penduduk asli
dan para pendatang dari Tombulu, Tompakewa (Tontemboan), Tonsea, Ternate dan
tawanan bajak laut mungkin dari Sangihe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar